Sunday, October 23, 2005

Bersaksi

Bersaksi itu ada macam-macam.

1. Honest and believeble
2. Dishonest and believeble
3. Honest and unbelieveble
4. Dishonest and unbelieveble

Kalau saya bilang, "kemaren saya makan di McDonald". Maka ini bisa dipercaya (believeble), meskipun belum tentu benar (bisa jadi kemaren saya sebenarnya makan di warteg). Jadi mungkin saja saya jujur, mungkin tidak. Tetapi kesaksian saya tetap "believeble" (bisa dipercaya), sebab
makan di McDonald memang bukan barang yang luar biasa, dan memang mungkin saja saya lakukan.

Tetapi kalau saya bilang, "Tubuh saya sudah dirubah menjadi Cyborg, dan darah saya diganti sehingga menjadi berwarna hijau", bagaimana?

Mungkin saja saya menyatakan kesaksian di atas dengan jujur. Artinya,saya sendiri sungguh-sungguh memang PERCAYA bahwa tubuh saya memang sudah dirubah menjadi Cyborg oleh makhluk alien, dan darah saya berwarna hijau. Tetapi apakah kesaksian saya ini "believeble"? Siapa tahu keyakinan saya ini adalah hasil dari ilusi yang diciptakan oleh pikiran saya sendiri?

Dengan kata lain, kejujuran saja belum mencukupi untuk membuat kesaksian saya menjadi "believeble". Juga tidak cukup untuk menyatakan bahwa "Semua ini dikembalikan kepada Tuhan, sebab Dia maha tahu".

Apa sebenarnya manfaat kesaksian bagi orang lain?

Ada banyak manfaatnya. Antara lain, sebagai sumber inspirasi. Di dalam lingkungan saudara-saudara kristen, misalnya, sangat dianjurkan untuk bersaksi, menceritakan bagaimana Tuhan bekerja secara konkrit dalam hidup sehari-hari.

Beberapa tahun lalu, saya menghadiri acara di suatu kebaktian dimana seorang anak bersaksi menceritakan pengalamannya diangkat ke surga, bertemu dengan yesus dan nabi-nabi, dan masih banyak lagi (saya lupa detailnya). Saya yakin sepenuhnya bahwa anak itu (kalau ndak salah
berumur sekitar 11 tahun) memang sungguh-sungguh jujur dan mempercayai sepenuhnya pengalamannya itu. Tetapi sangat sulit bagi saya untuk melihat kesaksiannya sebagai "believeble". Terus terang, kesaksian itu tidak memberikan inspirasi apa-apa bagi saya. Dan saya pulang dari kebaktian itu dengan perasaan "biasa-biasa saja". (Tentu saya tidak menutup kemungkinan bahwa anak itu memang sungguh-sungguh diangkat kesurga. Tetapi itu cuma kemungkinan saja.)

Di lain kesempatan, saya mendengar kesaksian yang sangat sederhana, di mana seseorang bercerita tentang bagaimana Tuhan berkarya dalam berbagai peristiwa biasa di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada yang spektakular, biasa saja. Anehnya, kesaksian itu menyentuh batin saya, dan menjadi inspirasi bagi saya.

Mungkin saya terkesan pada ketulusan dan kerendahan hati orang yang bersaksi itu. Tetapi juga karena kesaksiannya itu "believeble", dan satu hal penting lain, apa yang pernah dialami orang itu juga bisa dialami oleh siapa saja. Tidak perlu menjadi orang yang istimewa atau menjadi orang pilihan, untuk mengalami pengalaman yang sama. Saya ndak perlu menjadi seorang nabi, untuk mengalami hal yang dialami orang yang bersaksi itu.