Tuesday, November 30, 2004

Sebuah Renungan Tentang Agama Yang Saya Anut

Sebuah Renungan Tentang Agama Yang Saya Anut


Sejak dibangku sekolah menengah atas, saya sudah diajarkan bagaimana
agama, terutama agama katolik, berperan di dalam kehidupan masyarakat.
Ketika duduk mendengarkan berbagai diskusi di lingkungan mahasiswa S1, tema ini terus digali dan dipersoalkan kembali.
Satu hal yang kami sepakati, apapun pendapat kami, pada saat itu
adalah bahwa situasi dan kondisi masyarakat tidak bertambah baik.
Tentu saja Suharto masih berkuasa saat itu, hak azazi manusia
seringkali masih belum dihormati, membangun gereja baru masih sangat
sulit, banyak gereja yang dirusak atau diserang, korupsi meraja lela,
dan sebagainya.


Salah satu pendapat adalah keyakinan pada kekuatan doa. Dunia ini akan
menjadi tempat yang lebih baik, sebab demikianlah rencana Tuhan.
Manusia tidak akan dapat membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih
baik hanya dengan kekuatan sendiri. Tuhan turun tangan. Manusia diutus
menjadi terang atau garam dunia, melalui mana Tuhan berkarya.


Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa manusialah yang harus
aktif mengubah keadaan. Justru untuk itulah Tuhan mengutus manusia.
Tidak cukup hanya dengan doa atau menjadi pelita. Manusia harus
beraksi mengubah keadaan.


Lalu ada pula yang berpendapat bahwa dunia memang sedang menuju
kehancuran. Memang demikianlah rencana Tuhan! Semua kemerosotan di
sekitar kita adalah tanda-tanda jaman. Dunia ini akan berakhir.


Seperti pada umumnya mahasiswa, satu demi satu kami pun lulus, dan
menjadi alumni. Suharto pun ikut menjadi alumni. Dan para alumni pun
berjuang menempuh jalan masing-masing.
Tetapi cerita masih panjang. Reformasi bergulir, tetapi keadaan masih belum bertambah
baik. Moral masih juga merosot di mana mana. Konflik antar suku dan
golongan masih berlangsung. Membangun gereja masih juga sulit. Korupsi
belum reda. Dan ketika kita menengok ke tempat-tempat lain di penjuru
dunia, nampak bahwa kondisi memang belum menjadi baik. Banyak tempat
masih sarat dengan konflik atau perang. Sementara negara-negara yang
tidak dalam keadaan perang pun menghadapi masalahnya masing-masing.
Perceraian, kehilangan pegangan moral di kalangan anak muda,
terorisme, dan masih banyak lagi. Benarkah dunia menuju kehancuran?
Apakah perjuangan kita akan sia-sia?


Benarkah agama telah kehilangan kendali atas perubahan-perubahan di
muka bumi ini? Sejumlah orang pun berjuang untuk mengembalikan kendali
agama terhadap umat manusia. Tentu saja, yang dimaksud "agama" adalah
agama mereka, dan bukan semua agama. Maka mereka pun berjuang dan
berperang membela agama mereka. Mereka bahkan meledakkan bom,
menghancurkan "tempat-tempat maksiat", menyerang iblis yang merusak
bumi ini. Agama harus ditegakkan, kalau perlu dengan secara paksa,
jangan segan-segan untuk menggunakan perangkat hukum dan negara!
Mereka bahkan yakin bahwa agama lain juga berperan membawa dunia ini
pada kehancuran. Karena itu perkembangan agama lain pun harus
dibendung.


Untunglah bahwa masih banyak orang yang percaya bahwa semua orang dari
semua golongan dan agama mestinya berjuang bersama bahu membahu. Bukan
manusia yang harus menjadi martir membela agama, tetapi seharusnya
agama lah yang membela manusia. Manusia-lah yang seharusnya menjadi
tujuan agama. Bukan sebaliknya. Bagaimana agama membela manusia, jika
orang menghancurkan sesama atas nama agama? Agama harus dikembalikan
pada fitrahnya sebagai sarana yang menghantar manusia pada
keselamatan, bukan penghancuran. Dan langkah pertama adalah
rekonsiliasi. Agama masih punya harapan untuk menciptakan dunia ini
menjadi tempat yang lebih baik, asalkan semua agama bisa bergandeng
tangan, berjuang bersama.


Tetapi apakah sebenarnya rencana Tuhan? Saya teringat tatkala saya
membaca cerita pencobaan Yesus di padang gurun. Tentu ada tafsiran
resmi gereja tentang cerita ini. Tetapi saya melihat satu hal di sana,
yaitu bahwa bukanlah misi Yesus untuk mengubah dunia ini melalui
kekuatan politik, atau melalui mukjizat apapun, entah itu mengubah
batu menjadi roti atau mukjizat lainnya. Misi Yesus terutama adalah
mengubah hati manusia. Pesan terpenting dari kisah penggandaan roti
dan ikan bukanlah tentang mukjizat sedikit menjadi banyak, melainkan
bahwa semua orang saling berbagi, saling membantu, bahu membahu.


Membangun sebuah komunitas di mana semua orang merasa betah
dan diterima nampaknya relevan. Mungkin konteksnya lebih luas,
tetapi prinsipnya masih sama. Bukankah masyarakat adalah sebuah
komunitas? Betapa buruknya jika orang tidak lagi merasa betah dan
diterima di dalam komunitas ini. Sebuah komunitas di mana orang saling
curiga, bahkan saling menghancurkan, tidak dapat lagi disebut sebagai
komunitas. Pesan injil yang saya baca adalah bahwa komunitas tidak
dapat dibangun dengan paksa, melalui kekerasan, meskipun itu atas nama
agama, tidak juga melalui kekuatan hukum, negara, politik atau uang.
Komunitas hanya bisa dibangun melalui perubahan hati manusia. Saya
percaya bahwa itulah rencana Tuhan, sehingga Yesus tidak menjadi raja
duniawi yang memimpin pasukan, atau menyelesaikan masalah dengan
mukjizat, atau menjadi pemimpin politik. Melainkan mati di kayu salib.

Agamaku Paling Benar?

Banyak "diskusi" di berbagai milis bertujuan untuk menunjukkan
"kesesatan agamamu" dan "kebenaran agamaku".


Namun saya berpendapat bahwa jika seseorang sudah menghayati kebenaran
agamanya sendiri seharusnya dia tidak mempunyai kebutuhan untuk
menemukan dan menyebarluaskan "ketidakbenaran" agama lain. Apakah ia
tidak cukup percaya dengan kebenaran agamanya sendiri, sehingga
membutuhkan "kesesatan" agama lain untuk meyakinkan diri sendiri?


Sebagai seorang katolik, saya dapat membuka kitab suci agama "X"
(misalnya), dan jika saya berusaha cukup keras, barangkali saya akan
menemukan hal-hal yang "janggal, kontradikitif, tidak masuk akal,
bahkan sesat" (ditinjau dari sudut pandang agama saya). Tetapi apa
manfaatnya?


Pertama-tama, apa yang saya temukan itu tidak ada manfaatnya
sedikitpun bagi saudara-saudara saya umat "X". Selain hanya
menimbulkan rasa tersinggung dan kemarahan, sangat kecil kemungkinan
bahwa yang saya temukan itu akan bermanfaat, apalagi mengubah
kepercayaan mereka!


Kedua, apa yang saya temukan itu tidak ada manfaatnya sedikitpun bagi
saya atau saudara-saudara saya seiman. Iman saya tidak dibangun di
atas "ketidakbenaran" agama lain, melainkan dibangun di atas relasi
pribadi saya dengan Tuhan.


Bagi saya, jauh lebih bermanfaat untuk menemukan dan mempelajari
kebenaran-kebenaran yang terkandung di dalam agama lain. Tentu saja
iman saya tidak dibangun di atas kebenaran agama lain. Namun,
kebenaran - dari mana pun datangnya - selalu bermanfaat. Kebenaran
membuka cakrawala, membebaskan pikiran saya dari tembok kepicikan, dan
memperlancar usaha untuk kerja sama antar umat beragama membangun
dunia yang lebih baik.

Sunday, November 28, 2004

Flowers

Flowers,
blooming in the middle of the forest.

Smiling and laughing proudly.

So beautiful!

A gift from mother nature.

To whom?

Thursday, November 25, 2004

Embun Pagi

Image hosted by Photobucket.com

Halo?

Image hosted by Photobucket.com

Jauhi Narkoba!

Image hosted by Photobucket.com

Saturday, November 20, 2004

Noises

I am walking toward the beautiful beach,
leaving the noises of the city.

I hear the noises of the sea.

How calming!

Tuesday, November 16, 2004

Goblog dan Gila

Saya adalah seorang yang sangat goblog. Itulah sebabnya saya terus menerus belajar. Membaca dan berpikir keras. Terus menerus menuntut ilmu di bangku sekolah, "Docta Ignorantia" (kebodohan yang terdidik).

Kegoblog-an inilah yang membuat hidup ini sangat menarik. Saya tidak dapat membayangkan betapa tidak menarik-nya hidup ini jika saya adalah seseorang yang pandai. Ambil contoh textbook tentang teori relativitas einstein. Begitu menarik! Sebab, begitu banyak yang tidak saya mengerti. Seandainya saya adalah seorang jenius yang menguasai teori relativitas einstein, maka buku itu akan menjadi sangat tidak menarik dan akan saya buang ke tempat sampah.

Selain goblog, saya juga adalah seorang gila.

Saya mendalami hal-hal yang dihindari oleh banyak orang. Saya tidak mempercayai apa yang dipercayai banyak orang. Saya menganut paham yang tidak populer. Itu adalah sebagian ciri-ciri orang gila yang melekat di dalam diri saya. Tetapi hidup dipandang dari kacamata seorang gila sungguh amat menarik. Jika saya harus menjadi seorang normal, maka saya akan merasa begitu bosan sehingga saya harus naik ke puncak gedung pencakar langit dan terjun ke bawah!

Saya mencintai kehidupan. Oleh karena itu, saya bersyukur bahwa saya adalah seorang yang goblog dan gila.

Monday, November 15, 2004

Silence

A quite pond,
the water's like a mirror.
A frog jumps, a short splash, and a small ripple.

The silence grows

Tuesday, November 9, 2004

Takdir?

Seorang karyawati pulang kemalaman. Di jalan dia dirampok, diperkosa,
lalu dibunuh.

Dengan berlinang air mata, keluarga korban berkata:"Kami sudah pasrah
dengan musibah ini. Ini semua sudah menjadi Takdir Yang Maha Kuasa".

Benarkah ini takdir yang maha kuasa? Jika demikian, si
perampok/pemerkosa itu hanya sekedar menjalankan kehendak yang maha
kuasa? Berarti dia nggak punya pilihan lain, sebab semua itu sudah
ditakdirkan? Apakah ini berarti bahwa kejahatan ini memang menjadi
bagian dari rencana yang maha kuasa? Bukankah ini berarti bahwa bukan
saja kejahatan itu dibiarkan oleh tuhan, melainkan bahkan tuhan itu
sendiri yang menciptakan kejahatan!

Ataukah tuhan "tidak setuju" dengan kejahatan itu, tetapi dia
membiarkan kejahatan itu terjadi? Dia tidak mencegah kejahatan itu,
setelah itu bukan saja dia membiarkan si korban dan keluarganya
menderita, dia juga harus menghukum si pelaku kejahatan, dan mungkin
harus memasukannya ke neraka, jika dia tidak bertobat. Bukankah lebih
sederhana, jika tuhan mencegah kejadian itu sebelum terjadi?

Friday, November 5, 2004

Words

Words, written on a piece of paper.
Talking about the people, bread, fried chicken, the city, the wood, the flower, the cloud,
the smell of a cup of coffee,
even about God.

I am reading those words.

I am hungry.
I put away the paper, and go out to get something to eat.

Kisah si Orang Gila

Pada suatu hari sebuah kapal menabrak karang, hancur tenggelam. Dari semua penumpang, hanya satu orang yang selamat dan terdampar di sebuahpulau terpencil, tidak dikenal, dan tidak ada di peta manapun.

Alangkah terkejutnya orang tersebut ketika menjumpai bahwa penduduk pulau itu gila semuanya! Mereka tertawa terbahak-bahak, berlari-lari kesana kemari, menyanyi menari, kadang-kadang tanpa mengenakan selembar benangpun.

Usut punya usut, ternyata mereka menjadi gila karena meminum mata air dari sebuah gua. Di dinding gua itu tertulis catatan sejarah, bagaimana penduduk di pulau itu menemukan mata air tersebut, meminumnya, dan satupersatu menjadi gila.

Tentu saja si pendatang tidak akan meminum air tersebut. Siapa yang ingin menjadi orang gila?

Hari demi hari si pendatang termenung sendiri, memandang para penduduk sibuk tertawa, menyanyi, menari.

Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan. Si pendatang merasa sangat kesepian. Ia tidak bisa bergaul dengan para penduduk, apalagi ikut tertawa dan menari. Setiap kali ia datang mendekat, mereka menjauh ketakutan sambil berteriak-teriak: "Orang gila!Orang gila! ..."

Akhirnya dia tidak tahan lagi. Dengan berlari-lari ia mendaki bukit, memasuki gua dan meneguk air dari mata air.

Dengan terbahak-bahak ia bergabung dengan para penduduk, bernyanyi dan menari. Ia merasa sangat berbahagia. Ia bukan lagi si pendatang.

Thursday, November 4, 2004

Naik Level?

Sebenarnya semua orang mestinya ya ingin mencapai "level yang tertinggi". Malah untuk itulah sebenarnya manusia diciptakan. Hanya memang banyak halangannya. Tapi sebenarnya semua halangan itu-lah yang membentuk manusia dalam perjuangannya. "Terbentur-bentur Terbentuk ...." Ngomong-ngomong soal Tuhan, Gus Dur pernah bilang:"Tuhan itu nggak perlu dibela ...". Lha, mosok yang lemah mau membela yang kuat? Sebenarnya justru Tuhan yang membela manusia, bukan manusia yang membela Tuhan! Yang harus dibela itu kan yang lemah dan tertindas, bukan yang Maha Kuasa.

Inti sari agama, surga, dan neraka itu begini:

1. Berhenti mencari Tuhan. Duduk diam, dan sadarilah: Tuhan sudah terlebih dahulu mencari manusia, sebelum manusia mencari Tuhan.

2. Orang yang beragama mengejar pahala supaya masuk surga. Tetapi orang yang mencapai pencerahan tahu bahwa bukan manusia yang berusaha masuksurga, tetapi surga yang berusaha memasuki manusia.

3. Apa itu neraka? Kejahatan bertahta begitu hebat dalam hati manusia, sehingga ketika surga mendekat, manusia malah berlari menghindar!

Kapan seseorang mencapai pencerahan? Pencerahan nggak bisa dijadwal. Itulah bedanya dengan orang beragama. Orang agama berlari ngos-ngosan mengejar pahala dan surga. Tetapi untuk mencapai pencerahan orang harus duduk, diam, hening, .... dan menunggu!


Tuesday, November 2, 2004

Titik Temu Agama-agama

Salah seorang tokoh penting yang sepanjang hidupnya mencari titik temu
antar agama-agama adalah Frithjof Schuon (1907-1998). Sepanjang
hidupnya, beliau telah menulis lebih dari 20 buku tentang agama dan
spiritualitas.

Di dalam suatu wawancara beliau mengatakan sebagai berikut:
"Saat ini nampaknya ada begitu banyak agama, yang kelihatannya ekslusif
satu sama lain. Artinya, kalau satu benar, maka lainnya pasti keliru.
Atau kemungkinan lain: semuanya keliru. Namun ini tidak benar. Yang
benar adalah, semuanya benar".

http://www.frithjof-schuon.com

Bagaimana bisa demikian?

Menurut Beliau ada dua level penghayatan terhadap agama, yaitu
"eksoterik" dan "esoterik".

1. Pada level Eksoterik, orang memfokuskan diri pada kelembagaan agama,
pada ritual, ajaran resmi, pembacaan kitab suci secara literal, pada
aturan-aturan, larangan dan perintah, dogma-dogma, dst. Pada level ini
agama-agama nampak begitu berbeda satu sama lain, bahkan seringkali
nampak bertentangan. Pertentangan, saling menghujat, bahkan perang agama
terjadi karenan orang berhenti pada level ini saja.

2. Level Esoterik, adalah penghayatan spiritual yang paling dalam. Pada
level inilah terjadi titik temu antar agama.

Tentu saja penjelasan beliau nggak sesederhana ini. Kalau ada yang
tertarik ingin membaca salah salah satu bukunya telah diterjemahkan ke
bahasa indonesia oleh yayasan obor.

Salah satu catatan beliau, adalah bahwa level eksoterik itu sangat
penting, sebab orang nggak bisa mencapai level esoterik tanpa melalui
eksoterik. Repotnya, agama sering menjadi masalah justru karena orang
hanya berhenti pada level eksoterik belaka.

Jadi rupa-rupanya problem antar-agama justru teratasi manakala orang
menghayati agamanya sendiri hingga level yang terdalam.

=========================================
Sumber:
1. Frithjof Schuon, "The Transcendent Unity of Religions"
2. http://www.frithjof-schuon.com


Monday, November 1, 2004

Forget

The teacher, the class, the books,
give you a list about things
that you should remember.

The birds, the sky, the trees,
give you a list about things
that you should forget.

Sometimes,
Unlearning is more important than learning.
Listening is more important than talking.
Forgetting is more important than remembering.