Rasanya ada banyak pendapat tentang jalan kebenaran ini.
Ada orang yang yakin bahwa:
1. Manusia dalam keadaan terpisah dari kebenaran,
2. Pengalaman akan kebenaran adalah pengalaman khusus, yang berbeda dari
pengalaman hidup sehari-hari.
3. Manusia mengalami keseluruhan kebenaran sekaligus, atau tidak sama
sekali.
Saya sendiri tidak menganut ketiga anggapan di atas, melainkan lebih banyak diilhami (antara lain) oleh tulisan-tulisan Viktor Frankl, terutama bukunya yang sangat terkenal "Man's Search For Meaning".
Inti sari pendapat beliau ada tiga point:
1. Manusia mempunyai kehendak bebas (Freedom of Will)
2. Manusia mempunyai kecenderungan untuk mengarahkan kehendak bebasnya
kepada makna hidup (Will to Meaning)
3. Makna hidup harus dicari dan ditemukan (Meaning of Life).
Ketiga point di atas mengandaikan bahwa manusia sesungguhnya TIDAK dalam keadaan terpisah dari kebenaran (atau yang disebut "makna hidup" oleh Viktor Frankl), namun manusia diberi kebebasan untuk menentukan sikap. Dengan kata lain, meskipun manusia sebenarnya tidak terpisah dari
kebenaran, tetapi manusia tidak diperbudak oleh kebenaran.
Pada saat yang sama, manusia mempunyai kecenderungan untuk mengarahkan kehendak bebasnya kepada kebenaran, meskipun - tentu saja - manusia diberi kebebasan untuk menolak kecenderungan batinnya itu.
Apabila manusia mengambil keputusan untuk mengikuti kata hatinya, maka
ia akan menemukan bahwa sebenarnya ia tidak pernah jauh dari kebenaran.
Perlu dicatat, bahwa berbeda dengan ajaran "pencerahan", saya cenderung
mengatakan bahwa perjumpaan manusia dengan kebenaran adalah sebuah
proses panjang berangsur-angsur yang berlangsung sepanjang hidup.
Bagi saya, Mother Theresa adalah contoh figur yang memutuskan (secara
bebas) untuk mengikuti panggilan hatinya, yaitu melayani orang-orang
miskin di Calcutta, India. Dia lantas mengatakan bahwa ia melihat wajah
Yesus di dalam diri orang-orang miskin yang dia layani itu. Dia
menemukan makna hidup - kebenaran- di dalam diri orang-orang yang dia
layani.
Penghayatan beliau dan pengalaman akan kebenaran itu tentu tidak serta
merta, melainkan merupakan proses yang berlangsung terus sepanjang hidup
beliau.
Hal yang sama bisa dikatakan tentang kisah ketiga orang majus di dalam
bible. Mereka mengikuti panggilan hatinya, dan menemukan bayi Yesus.
Apakah perjumpaan dengan bayi Yesus itu sama dengan perjumpaan dengan
keseluruhan kebenaran, yang terjadi sekali untuk selama-lamanya?
Tentu saja tidak! Bayi Yesus hanyalah PERMULAAN dari kebenaran, belum
KESELURUHAN kebenaran.
Kisah 3 orang majus, buat saya, merupakan simbol dari manusia yang
mengikuti suara hatinya, dan mengarahkan kehendak bebasnya kepada kebenaran.
Kebenaran selalu terlebih dahulu berinisiatif mengetuk hati SEMUA orang
(dilambangkan oleh bintang Betlehem). Terserah, apakah orang akan
membuka pintu atau tidak.
-----------------------------------------------------
Referensi:
*Man's Search For Meaning, Viktor Frankl,
* Matius 2:1,
tou de iêsou gennêthentos en bêthleem tês ioudaias en êmerais êrôdou tou basileôs idou magoi apo anatolôn paregenonto eis ierosoluma
("Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem" -)
---------------------------------------------------------