Tadinya saya mengira bahwa belajar bahasa asing itu cuma sekedar 
menghapalkan padanan satu kata dalam bahasa indonesia kepada satu kata 
dalam bahasa asing (semacam korespondensi satu-satu). 
Tetapi bahasa bukan sekedar kumpulan kata-kata, melainkan juga struktur 
kata-kata. Jadi ada masalah grammar. Setelah grammar dipahami, Eh, 
ternyata ada masalah lain, yaitu ada ungkapan-ungkapan yang sulit atau 
bahkan mustahil diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 
Mengapa demikian? Ternyata ada REALITA yang dialami bangsa asing itu 
(yang kemudian ditunjuk oleh ungkapan tadi) yang TIDAK dialami oleh 
orang indonesia. Jika ada pengalaman yang serupa yang dialami orang 
indonesia, maka mudah saja. Tinggal mencari ungkapan bahasa indonesia 
yang menunjuk realita yang sama. Maka itulah terjemahannya. 
Satu-satunya jalan untuk memahami ungkapan tadi, adalah dengan 
MENGALAMI realita itu terlebih dahulu. Memang tetap tidak akan bisa 
menterjemahkan ke bahasa indonesia, tetapi sekarang kita MENGERTI apa 
maksud ungkapan tadi. 
Sama halnya dengan perkataan "hijau", misalnya. Orang yang buta sejak 
lahir akan sulit atau mustahil memahami arti perkataan "hijau" itu. 
Orang melek (yang tidak buta warna) bisa mengerti karena sudah terlebih 
dahulu mengalami. 
Anda pasti pernah mendengar cerita tentang Hellen Keller yang buta dan 
tuli sejak lahir. Sangat menarik membaca tentang riwayat hidupnya. 
Bagaimana caranya beliau memahami arti kata-kata. Guru private beliau 
selalu mengajak beliau keluar rumah, dan mengalami realita di luar 
(dengan indra perabanya) sebelum mulai mengajarkan kata-kata baru.
Thursday, December 21, 2006
Subscribe to:
Comments (Atom)