Monday, July 31, 2006

Bermain Gitar



Sebagai seorang pemain gitar, saya punya macam-macam konsep tentang gitar dan permainannya. Konsep itu sering muncul dalam acara ngobrol-ngobrol bersama teman, atau posting di milis gitar.

Tetapi ketika sedang bermain gitar, semua konsep itu menguap tanpa bekas. Yang ada hanya denting-denting suara gitar yang menembus telinga, masuk ke dalam jiwa.

Seberapapun canggih konsep yang ada di otak saya, itu sama sekali tidak dapat menggambarkan alunan merdu suara gitar, atau menggambarkan jari-jari yang menari-nari secara spontan tanpa disadari ke mana arahnya.

Kadang-kadang saya berusaha menjelaskan kepada orang lain tentang permainan gitar yang saya mainkan. Tetapi penjelasan saya itu tidak menjelaskan apa-apa. Sebab ketika saya memainkan gitar, orang toh tidak bisa merasakan kaitan antara konsep dengan suara denting gitar yang didengarnya.

Apakah konsep tidak ada gunanya? Ketika saya mulai belajar gitar, konsep-konsep itu memang banyak membantu. Konsep-konsep itu membantu saya memahami memahami struktur, harmonisasi, chord progession, melodi, dan sebagainya. Namun setelah konsep dipahami, maka tinggal satu hal yang tersisa: suara gitar itu sendiri!

Suara denting senar gitar yang mengalun itu ternyata jauh melampaui konsep apapun! Tidak ada satu konsep-pun yang dapat menggambarkan bagaimana suara gitar itu bisa terdengar begitu indah.

Saya ingat, suatu hari menghadiri sebuah resital gitar. Sang pemain memainkan sebuah lagu klasik yang terkenal. Permainannya sempurna, tidak ada yang keliru, persis sesuai dengan apa yang tertulis di partitur. Tetapi toh terasa kering dan hambar. Ada sesuatu yang hilang, yang tidak bisa dijelaskan dengan konsep apapun. Teman-teman saya setuju dengan pendapat saya. Mereka mengatakan bahwa permainannya "tidak berjiwa". Tetapi ketika saya tanya: "Apa maksudnya tidak berjiwa?", mereka cuma geleng-geleng kepala. "Pokoknya tidak berjiwa. Titik!"

Kalau dipikir-pikir, ini cukup mengherankan. Dua orang memainkan musik dari partitur yang sama, sempurna, persis seperti yang tertulis dipartitur. Lha, kok, yang satu berjiwa, yang lainnya tidak?

Monday, July 24, 2006

Kebenaran



Ada orang yang bilang bahwa ada banyak jalan menuju kebenaran.

Tapi jalan mana pun yang harus ditempuh, jalan itu harus dilalui juga.

Kebenaran tidak bisa dicapai dengan melompat langsung ke ujung jalan.

Orang yang jujur: mengakui bahwa ia masih dalam perjalanan.

Pembohong: mengaku sudah sampai di ujung jalan, padahal belum melalui jalannya, bahkan mungkin baru saja memulai perjalanan.

Friday, July 21, 2006

Menjadi Bodoh



Banyak tokoh-tokoh besar dunia (Yesus, Ibu Teresa, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, dll) yang mengabdikan hidupnya demi orang-orang bodoh, miskin, tertindas, tak berdaya, terpinggirkan.

Orang-orang pandai seperti para ulama atau ahli taurat sulit memahami apalagi mempercayai pesan yang disampaikan oleh Yesus, misalnya. Tetapi rakyat jelata yang bodoh ternyata bisa memahaminya dengan lebih baik.

Apa yang terjadi ketika Yesus berkhotbah di bukit? Apapun yang terjadi, khotbah itu meninggalkan kesan yang mendalam di hati pada hadirin (yang mungkin sebagian besar adalah rakyat jelata yang bodoh). Saya kira inilah ciri-ciri orang besar: mereka diterima dan dicintai oleh rakyat jelata, bodoh, miskin, tertindas. terpinggirkan. Bukan hanya diterima, tetapi juga dipahami (jika tidak, bagaimana mungkin orang banyak akan tergerak?).

Saya tidak pernah mendengar atau membaca pidato Gandhi atau Martin Luther King di hadapan orang banyak. Tetapi saya yakin bahwa mereka tidak akan mengucapkan kata-kata yang membuat orang merasa dirinya rendah atau kurang berharga. Sebaliknya, mereka justru menunjukkan betapa berharganya semua manusia.

Mereka diterima dan dicintai karena membuat orang lain merasa diterima dan dicintai, dan bukannya merasa direndahkan. Demikianlah, seseorang menjadi besar dengan mengangkat orang lain, bukan dengan membesarkan diri dengan merendahkan orang lain.

Konsep



Sepanjang sejarah sudah banyak beredar macam-macam pemikiran yang mau menjadi alternatif . Tapi belum ada yang bisa menunjukkan keberhasilan. Semuanya nampak indah di atas kertas, tetapi ketika dipraktekkan di lapangan, kok ndak seindah konsepnya?

Yang bisa membuka mata dunia saat ini adalah contoh nyata. Konsep anda adalah konsep yang paling hebat, menurut anda? Baiklah. Beri kami contoh nyata, sekarang! (Jangan beri contoh "kejayaan di masa lalu" tapi beri contoh nyata di masa kini).

Banyak tokoh di masa lalu yang mengatakan bahwa Pancasila adalah konsep yang hebat. Tetapi dunia ndak percaya, sebab yang mereka amati adalah pelaksanaannya, bukan konsepnya.

Kalau dikatakan bahwa banyak orang takut terhadap konsep-konsep alternatif, barangkali ada benarnya. Mereka bukan takut bahwa apa yang mereka miliki akan diganti dengan sesuatu yang lebih baik (apa ada orang yang takut dengan sesuatu yang lebih baik?). Tetapi biasanya orang takut bahwa apa yang mereka miliki akan diganti dengan sesuatu yang lebih buruk.

Dari mana datangnya ketakutan itu? Yang terutama bukan dari konsep-konsep yang beredar. Ketakutan itu bukan ketakutan pada konsep, tetapi ketakutan pada hal yang kelihatan. Ketakutan yang datang dari berbagai contoh nyata yang kelihatan.

Sekali lagi, contoh nyata menentukan.

Kebanyakan manusia di dunia (barat atau timur) bukanlah orang yang siang malam bergelut dengan konsep. Kebanyakan orang berurusan dengan hal-hal konkret. Itulah yang bisa menarik hati, atau membuat orang takut.

Sunday, July 16, 2006

Dialog


Menurut saya, dialog adalah suatu bentuk perayaan perbedaan (celebration of differences). Memang ada macam-macam makna dialog. Tapi saya selalu suka memandang dialog sebagai sikap dimana kita menikmati, menghargai, dan menggali kekayaan di dalam perbedaan.

Kita hidup di dunia di mana ada banyak orang yang ingin membuat semua orang menjadi sama. Yang dimaksud sama tentu saja adalah sama dengan ideologi yang mereka anut. Kalau para ilmuwan biologi khawatir dengan hilangnya biological diversity, maka saya kuatir dengan hilangnya ideological diversity.

Delapan Jalan Kebenaran



  1. Kebenaran mewartakan dirinya sendiri. Siapa saja yang menyebut dirinya pewarta kebenaran, kemungkinan hanya mewartakan ego-nya sendiri (atau ego kelompoknya).
  2. Kebenaran membela manusia. Barang siapa yang mengklaim dirinya sebagai pembela kebenaran, tetapi tidak membela manusia adalah pembohong. Lagipula kebenaran tidak perlu dibela, justru kebenaran yang membela manusia.
  3. Kebenaran menunjukkan betapa berharganya manusia. Barang siapa tidak menghormati sesamanya, tidak mungkin berada dalam kebenaran.
  4. Kebenaran membangun, bukan menghancurkan. Barang siapa yang merusak, menyerang, atau menghancurkan atas nama kebenaran, tidak mungkin berada dalam kebenaran.
  5. Kebenaran membangun jembatan, bukan menciptakan jurang pemisah. Barang siapa mengucapkan kata "kafir" tidak mungkin berada dalam kebenaran.
  6. Kebenaran itu jernih dan jelas. Orang yang paling bodoh pun bisa memahami kebenaran. Di mata kebenaran tidak ada orang goblog.
  7. Kebenaran itu untuk semua orang. Orang yang mengutuk sesamanya yang tidak segolongan tidak mungkin berada dalam kebenaran.
  8. Kebenaran itu membebaskan. Barang siapa merasa tertekan dan tertindas tidak mungkin berada dalam kebenaran.

Wednesday, July 5, 2006

Buku Harian



Dalam buku hariannya, Thomas Merton pernah menulis bahwa buku harian dapat memperkaya kehidupan kita, apalagi jika apa yang kita tulis itu merupakan perayaan atas kehidupan (celebration of life).

Buku harian bukan cuma sekedar mencatat apa yang terjadi sepanjang hari, tetapi mengeksplisitkan dan menuangkan dalam bentuk tulisan apa makna dan kekayaan serta berkah yang kita peroleh sepanjang hari.

Tuesday, July 4, 2006

Evolusi vs Agama?



Di jaman dahulu gereja mampu menghentikan riset yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Apa yang terjadi pada Galileo Galilei adalah contoh yang terkenal. Di Amerika, gerakan kristen fundamentalis berusaha menghapus pengajaran teori evolusi di sekolah menengah (atau paling sedikit mendampinginya dengan lawan teori evolusi, yaitu kreasionisme)

Gerakan ini mungkin tidak banyak gunanya, sebab siapa yang bisa mengontrol apa yang dipelajari siswa setelah lulus sekolah menengah?

Memang debat antara pendukung dan penentang teori evolusi berlangsung seru. Tetapi perdebatan itu kebanyakan terjadi antara orang-orang yang tidak menguasai persoalan. Baik pendukung maupun penentang, keduanya seringkali sama-sama tidak tahu banyak.

Para ilmuwan sendiri nampaknya kurang berminat untuk terjun di dalam perdebatan itu. Bagi mereka, tidak ada yang perlu diperdebatkan. Evolusi adalah fakta, dan riset yang sekarang dilakukan bukanlah untuk membuktikan apakah evolusi itu terjadi atau tidak, melainkan untuk memahami bagaimana evolusi itu terjadi.

Seandainya pun terjadi perdebatan antara ilmuwan evolusi dengan kaum agamawan, saya yakin debat itu tidak akan berlangsung dengan baik. Si ilmuwan tidak mengerti konsep-konsep teologis, sementara para agamawan sulit memahami konsep-konsep sains yang disajikan.

Kesimpulannya, debat antara pendukung maupun penentang teori evolusi kebanyakan hanya akan menjadi debat kusir saja, karena kedua belah pihak sama-sama tidak menguasai persoalan. Sementara debat yang bermutu sulit diwujudkan karena para ilmuwan yang menguasai persoalan kebanyakan enggan terlibat di dalam debat semacam itu. Belum lagi kesulitan mereka memahami sudut pandang teologisnya. Dari pihak agamawan, sulit juga dicari tokoh yang menguasai teologi dan sekaligus mengetahui cukup banyak sains untuk bisa berdiskusi secara produktif dengan para saintis.






Dog and Science

Sayur Asem


Kualitas hidup antara lain ditentukan oleh makanan. Bukan saja makanan untuk perut, tetapi juga makanan untuk otak kita, baik itu yang berupa latihan berpikir, bacaan, karya seni, musik, dan masih banyak lainnya.