Monday, May 29, 2006

Sesudah Bencana



Saat ini bantuan mengalir cukup deras ke Yogyakarta dan sekitarnya. Namun lambat atau cepat aliran itu akan berhenti.
Padahal ribuan (atau mungkin puluhan ribu) orang kehilangan tempat tinggal. Banyak orang kehilangan sanak saudara. Banyak anak-anak yang tidak dapat lagi sekolah karena kehilangan orang tua. Banyak orang yang menderita trauma.
Siapa yang kelak akan menolong mereka? Bukan hanya secara material, tetapi juga bantuan psikologis.
Pada waktu bencana tsunami aceh, banyak rekan-rekan yang memilih untuk mengirim bantuan - berupa uang - kepada LSM atau lembaga yang mempunyai program jangka panjang, dan telah mempunyai pengalaman kerja cukup lama. Mereka cenderung menghindari mengirim ke LSM atau lembaga dadakan yang hanya "hangat-hangat tahi ayam", bekerja untuk program jangka pendek. Di lain pihak, mereka juga cenderung menghindari mengirim bantuan melalui organisasi-organisasi raksasa, karena biasanya akan memotong sekian persen untuk biaya operasional.

Friday, May 26, 2006

Menjadi Manusia

Manusia yang baik, akan beragama secara baik. Jadi beragama secara baik adalah akibat dari kesuksesan sebagai manusia.

Para agamawan/ulama di indonesia berusaha meyakinkan semua orang bahwa agama bisa menyelesaikan problem-problem di indonesia (umpamanya korupsi). Namun kenyataannya tidak demikian! Katanya orang indonesia sangat religius, tapi tingkat korupsi di indonesia juga sangat tinggi. Apakah kalau indonesia diubah menjadi negara agama, semua problem akan teratasi? Saya yakin tidak!

Iman dan Kesaksian



Yang namanya Tuhan itu pan hadir di mana-mana, mendatangi semua manusia. Jadi, sak-jane SEMUA manusia itu mampu bersaksi! Tetapi tidak semua manusia menyadarinya. Jadi sakbenarnya "tahu", tetapi tidak tahu bahwa ia tahu. "Mampu" tetapi tidak menyadari bahwa ia "mampu". Itulah sebabnya Sang Buddha tidak mengajarkan kebenaran, melainkan "membangunkan" orang (awakening).

Karena itu di dalam teksbuk teologi (katolik), "iman" tidak diartikan sebagai "percaya kepada .... ", melainkan diartikan sebagai "tanggapan terhadap ...".

Urutannya: Seorang manusia mengalami kasih Tuhan (mampu bersaksi), sebagai akibatnya ia menanggapi kasih Tuhan itu. Tanggapan itulah yang disebut "iman".

Jadi mampu bersaksi dahulu, baru iman! (Seringkali orang menyebut injil sebagai "kesaksian iman").

Saya tahu, ini pasti akan membingungkan. Yang membaca posting ini akan bertanya-tanya: "Lha, kalau begitu, apakah iman itu sebenarnya?"

Apapun jawabannya, yang tidak saya setujui adalah kalau iman diperlawankan dengan "belum mampu bersaksi". Yang tidak saya setujui adalah bahwa manusia dibagi dua golongan, yaitu segelintir orang yang telah mencapai puncak spiritualitas ("mampu bersaksi") dan mayoritas
sisanya yang "hanya" punya iman saja!

Sejak awal saya menolak pembagian itu. Dan dengan segala kehendak bebas, saya memilih untuk menjadi bagian dari mayoritas umat manusia, dan sampai saya mati nanti saya TIDAK MAU menjadi bagian dari segelintir manusia yang katanya telah mencapai puncak spiritualitas
tersebut.

Jika hanya segilintir (0,00001%) umat manusia yang telah mencapai puncak, maka saya dengan tegas memilih untuk menjadi bagian dari 99,99999% umat manusia.

Saya menolak untuk bergerak naik menuju puncak. Saya memilih untuk bergerak turun kebawah.

Sunday, May 21, 2006

Membaca Bible



Orang kristen tidak membaca kitab sucinya sendirian, tetapi membacanya *di dalam persekutuan*, artinya kitab suci dibaca dalam persekutuan dengan umat beriman lain - kini, di masa lampau dan mungkin juga di masa depan - dan dibaca bersama-sama dengan Tuhan sendiri.

Pemahaman terhadap kitab suci bukan sekadar pemahaman logika individual yang membaca huruf-huruf mati di atas kertas. Jika demikian, yang diperoleh hanyalah pemahaman sempit harafiah, bahkan mungkin sama sekali keliru.

Pemahaman terhadap kitab suci adalah pemahaman yang diperoleh melalui pembacaan di dalam persekutuan, yaitu persekutuan seluruh umat beriman dan Tuhan (yang secara luas diartikan sebagai "gereja"). Saya percaya bahwa itulah satu-satu cara membaca kitab suci yang benar. Saya juga percaya bahwa ketika kitab suci itu ditulis, maka kitab suci ditulis dengan tujuan bahwa kitab suci akan dibaca secara demikian. Dan tidak dengan cara lainnya.

Mengembangkan Diri?



Kalau seseorang berbuat baik karena ingin menjadi orang baik, maka ia tak akan sungguh-sungguh menjadi orang baik. Namun jika ia berbuat baik demi kebaikan itu sendiri, maka ia akan menjadi orang baik!

Kalau seorang berlatih gitar karena ingin menjadi pemain gitar yang hebat, kemungkinan besar ia takkan menjadi pemain gitar yang hebat. Namun jika ia bermain gitar karena ingin mendengarkan permainan musik yang sungguh ia sukai, maka ia akan menjadi pemain gitar yang hebat.

Yang menghalangi seseorang untuk mencapai kepenuhan diri, adalah keinginan untuk mencapai kepenuhan diri. Yang menghambat pengembangan diri, adalah usaha untuk mengembangkan diri.

Seharusnya, manusia men-transendensi diri dan bergerak menuju makna demi makna itu sendiri. Kalau ia mencapai kepenuhan diri, pencerahan, atau menemukan jati diri, maka itu adalah efek sampingan atau akibat yang baik.

Wednesday, May 17, 2006

Adakah Resep Rohani?



Ada orang nyang melihat bahwa hanya ada satu jalan ideal yang harus ditempuh, dan ratusan juta bahkan bermilyar umat manusia yang tidak menempuh satu jalan itu dikatakan sebagai "tersesat" atau "blegug", atau paling sedikit "belum mengerti". Benarkah demikian?

Perjalanan rohani setiap individu adalah unik. Tidak ada satupun pun uraian yang secara umum (gebyah uyah, pukul rata) bisa menjelaskan perjalanan rohani SEMUA manusia!

Perjalanan rohani bukan seperti proses membuat kue yang pasti akan berhasil jika mengikuti dengan benar apa yang tertulis di buku resep. Apa perbedaan antara membuat kue dengan kehidupan rohani?

Ketika membuat kue, anda cuma berinteraksi dengan bahan-bahan, alat-alat masak, dan ... diri anda sendiri.

Kalau ajaran agama diumpamakan sebagai "resep", maka anda tidak cuma
berinteraksi dengan diri sendiri, tetapi juga dengan orang lain, dengan dunia, dan dengan si Pembuat Resep itu sendiri. Interaksi itu jauh lebih luas dan mendalam daripada yang bisa digambarkan atau ditulis di dalam "resep" tadi.

Waktu masih menjadi guru dahulu, saya sering mengatakan pada murid saya bahwa pengetahuan yang diperoleh sendiri melalui perjuangan sendiri, akan jauh lebih dihayati daripada pengetahuan yang "dicekokkan dari luar". Saya menduga bahwa Tuhan adalah juga Sang Guru yang sengaja membuat "resep" yang tidak lengkap supaya manusia menemukan sendiri "pengetahuan rohani" nya melalui perjuangan rohani masing-masing.

Sunday, May 14, 2006

Spritualitas Misteri

Ada spiritualitas yang ingin memahami dan menjelaskan segala sesuatunya hingga setuntas mungkin, bahkan disertai keterangan yang beraroma saintifik di sana sini. Ini nampaknya berbeda dengan spiritualitas dari orang-orang seperti saya (umpamanya) yang justru merayakan misteri dan merangkul "The Unknown".

Sederhana Vs. Mudah

Ada beberapa tokoh ilmu fisika kenamaan di Indonesia yang berusaha menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa "fisika itu mudah".

Saya ndak setuju. Dari jaman dulu waktu masih kuliah S1, hingga sekarang, saya belum pernah merasakan yang namanya "fisika itu mudah".

Tapi, esensi dari hukum alam itu sendiri ternyata SEDERHANA. Jadi, sederhana tidak sama dengan mudah!

Apa bedanya dosen yang baik dengan dosen yang buruk? Dosen yang baik menyederhanakan yang rumit. Dosen yang buruk membuat yang sederhana menjadi rumit.

Tapi dosen yang baik tidak pernah menipu murid-muridnya dengan mengatakan bahwa "ini semuanya mudah sekali, kok". Sebaliknya, dosen yang buruk selalu mengatakan: "Ini kan mudah sekali. Gitu aja ndak ngerti. Dasar blegug!"