Wednesday, December 28, 2005

Spiritualitas di Negara Maju

Kesimpulan yang lebih tepat tentang spiritualitas
di banyak negara di eropa atau amerika, adalah:
"tidak diketahui". Maksud saya, spiritualitas
sudah menjadi hal yang sangat personal dan
tersembunyi dari mata publik. Ini nampak jelas
bukan hanya dari hilangnya data-data agama dari
dokumen resmi, tetapi juga nampak dari semakin
kosongnya gereja-gereja. Sebab, penuhnya
gereja-gereja kan semacam "pengumuman publik"
tentang religiositas dari suatu komunitas. Jika
religiositas seseorang menjadi sangat personal,
maka bisa jadi ia tidak lagi ber-agama secara
berjamaah /tradisional.

Apakah semakin kosongnya gereja sama dengan
meningkatnya jumlah
atheist? Belum tentu. Sama halnya dengan
data-data agama, data-data tentang atheist pun
sulit dikira-kira. Kecuali, tentu saja, para
atheist yang mengumumkan ke- atheist-annya kepada
publik. Tetapi ini jarang terjadi, saya kira.

Saya masih percaya bahwa manusia di jaman modern
ini membutuhkan
spiritualitas. Hanya saja, agama-agama
tradisional tidak lagi cocok dengan perkembangan
intelektual-emosional-spiritual manusia modern
Itulah sebabnya semakin banyak orang meninggalkan
ibadah agama tradisional.

Meninggalkan agama tradisional tentu tidak
berarti bahwa serta merta akan menemukan
penggantinya yang lebih sesuai. Namun tidak
berarti juga bisa disimpulkan bahwa orang
tersebut akan beralih ke atheism.

Tuesday, December 27, 2005

Data-data Pemeluk Agama

Meskipun teknologi semakin maju, tapi data-data tentang penganut agama menurut saya justru semakin menurun kredibilitasnya.

Di banyak negara, kolom agama sudah dihilangkan dari dokumen-dokumen resmi kewarganegaraan. Dengan demikian, secara statistik, tidak lagi tersedia data-data yang akurat dan menyeluruh, kecuali data-data yang berasal dari polling yang biasanya hanya sampling saja. Agama semakin personal, dan semakin tersembunyi dari mata publik.

Gereja biasanya memang mempunyai catatan pembabtisan, perkawinan, dan kematian. Tetapi data-data itu tidak tersentralisasi, dan tidak terbuka untuk umum. Lagipula, meskipun nama si A tercatat sebagai anggota gereja X, siapa yang menjamin bahwa si A masih aktif sebagai anggota?

Di indonesia, agama masih tercatat di dokumen-dokumen kewarganegaraan, termasuk KTP. Jadi data-data masih tersedia. Anehnya, meskipun semua data penduduk tersedia di kelurahan, Indonesia toh masih harus menyelenggarakan sensus penduduk ...

Saturday, December 24, 2005

Ajaran Agama

Ajaran agama kalau dibaca hanya sampai di permukaan, maka isinya ya
hanya perintah dan larangan saja. Jangan begini, jangan begitu. Harus
begini, harus begitu. Misalnya, "jangan mencuri", kalau dilanggar, maka
hukumannya "begini", dan seterusnya.

Tapi kalau dibaca secara lebih dalam, maka agama sebenarnya juga
mengajarkan bagaimana manusia menghadapi AKAR MASALAH yang sebenarnya.
Kalau ada pencuri berkeliaran, apakah akar masalahnya? Ketimpangan
ekonomi? Pendidikan? Kurangnya kesempatan kerja? Dan seterusnya.

Kalau terjadi perang, apakah akar masalahnya? Ketimpangan Power,
Demokrasi yang tidak berjalan? Kecenderungan manusia akan kekerasan? Dan
seterusnya.

Ibarat penyakit, kita memang harus mengatasi gejala-gejalanya. Tapi
penyebabnya kan juga harus diatasi? Tekanan darah tinggi menyebabkan
pusing kepala. Apakah lantas hanya pusing kepalanya saja yang mau diobati?

Sayangnya, orang sering hanya melihat agama seolah-olah seperti obat
pusing. Jadi hanya berurusan dengan gejalanya saja. Tapi ndak mau
berurusan dengan akar masalah yang sebenarnya. Padahal itu adalah tugas
utama agama!

Pendengar Yang Baik

Kedengarannya memang "heroik", kalau seseorang berani mengkritik tanpa
perduli apa yang dikatakan orang, tidak takut kehilangan popularitas
(Saya duga, sejak semula toh memang tidak populer), "maju tak gentar
membela yang benar" dst dst ...

Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa orang tersebut memang di pihak yang
benar?

Prinsip 80/20:
20 persen yang dikatakan seseorang MUNGKIN adalah kebenaran yang sejati,
jika orang tersebut mencurahkan 80 persen waktu dan tenaganya untuk
menjadi pendengar yang baik dan mau belajar dengan rendah hati.

Kadang-kadang kita bertanya-tanya, dari manakah asalnya kebenaran dan
kebijaksanaan yang keluar dari mulut seseorang?

1. Pertama-tama ia adalah seorang pendengar yang baik,
2. Kata-kata yang diucapkan menjadi lebih berkekuatan, karena ia tahu
apa yang seharusnya TIDAK dikatakan.
3. Semua yang dikatakan selalu disertai rasa hormat kepada lawan bicara,
dan selalu disertai kesediaan untuk mendengar dan berdialog.

Kalau kita baca riwayat kisah para nabi, maka kemampuan untuk menjadi
pendengar yang baik itu sangat menonjol. Kemampuan itu-lah yang akhirnya
mengasah sang nabi sehingga mampu mendengar suara Tuhan.

Kalau mendengar kata-kata sesama manusia yang kelihatan saja ndak mampu,
bagaimana bisa mendengar suara Tuhan yang tidak kelihatan?

Thursday, December 22, 2005

Kebenaran

Rasanya ada banyak pendapat tentang jalan kebenaran ini.

Ada orang yang yakin bahwa:
1. Manusia dalam keadaan terpisah dari kebenaran,
2. Pengalaman akan kebenaran adalah pengalaman khusus, yang berbeda dari
pengalaman hidup sehari-hari.
3. Manusia mengalami keseluruhan kebenaran sekaligus, atau tidak sama
sekali.

Saya sendiri tidak menganut ketiga anggapan di atas, melainkan lebih banyak diilhami (antara lain) oleh tulisan-tulisan Viktor Frankl, terutama bukunya yang sangat terkenal "Man's Search For Meaning".

Inti sari pendapat beliau ada tiga point:
1. Manusia mempunyai kehendak bebas (Freedom of Will)
2. Manusia mempunyai kecenderungan untuk mengarahkan kehendak bebasnya
kepada makna hidup (Will to Meaning)
3. Makna hidup harus dicari dan ditemukan (Meaning of Life).

Ketiga point di atas mengandaikan bahwa manusia sesungguhnya TIDAK dalam keadaan terpisah dari kebenaran (atau yang disebut "makna hidup" oleh Viktor Frankl), namun manusia diberi kebebasan untuk menentukan sikap. Dengan kata lain, meskipun manusia sebenarnya tidak terpisah dari
kebenaran, tetapi manusia tidak diperbudak oleh kebenaran.

Pada saat yang sama, manusia mempunyai kecenderungan untuk mengarahkan kehendak bebasnya kepada kebenaran, meskipun - tentu saja - manusia diberi kebebasan untuk menolak kecenderungan batinnya itu.

Apabila manusia mengambil keputusan untuk mengikuti kata hatinya, maka
ia akan menemukan bahwa sebenarnya ia tidak pernah jauh dari kebenaran.

Perlu dicatat, bahwa berbeda dengan ajaran "pencerahan", saya cenderung
mengatakan bahwa perjumpaan manusia dengan kebenaran adalah sebuah
proses panjang berangsur-angsur yang berlangsung sepanjang hidup.

Bagi saya, Mother Theresa adalah contoh figur yang memutuskan (secara
bebas) untuk mengikuti panggilan hatinya, yaitu melayani orang-orang
miskin di Calcutta, India. Dia lantas mengatakan bahwa ia melihat wajah
Yesus di dalam diri orang-orang miskin yang dia layani itu. Dia
menemukan makna hidup - kebenaran- di dalam diri orang-orang yang dia
layani.

Penghayatan beliau dan pengalaman akan kebenaran itu tentu tidak serta
merta, melainkan merupakan proses yang berlangsung terus sepanjang hidup
beliau.

Hal yang sama bisa dikatakan tentang kisah ketiga orang majus di dalam
bible. Mereka mengikuti panggilan hatinya, dan menemukan bayi Yesus.

Apakah perjumpaan dengan bayi Yesus itu sama dengan perjumpaan dengan
keseluruhan kebenaran, yang terjadi sekali untuk selama-lamanya?

Tentu saja tidak! Bayi Yesus hanyalah PERMULAAN dari kebenaran, belum
KESELURUHAN kebenaran.

Kisah 3 orang majus, buat saya, merupakan simbol dari manusia yang
mengikuti suara hatinya, dan mengarahkan kehendak bebasnya kepada kebenaran.

Kebenaran selalu terlebih dahulu berinisiatif mengetuk hati SEMUA orang
(dilambangkan oleh bintang Betlehem). Terserah, apakah orang akan
membuka pintu atau tidak.

-----------------------------------------------------
Referensi:
*Man's Search For Meaning, Viktor Frankl,
* Matius 2:1,
tou de iêsou gennêthentos en bêthleem tês ioudaias en êmerais êrôdou tou basileôs idou magoi apo anatolôn paregenonto eis ierosoluma
("Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem" -)
---------------------------------------------------------

Friday, December 16, 2005

Realita


Image hosted by Photobucket.com

Ilusi


Image hosted by Photobucket.com

Wednesday, December 14, 2005

Pencerahan

Banyak orang yang sibuk mencari pencerahan.

Tetapi orang yang mencari pencerahan tidak tahu
apakah itu yang dimaksud dengan pencerahan. Jadi
bagaimana ia bisa menentukan apakah ia telah
mencapai pencerahan atau belum? Lagi pula,
pengalaman pencerahan itu adalah pengalaman yang
sangat subyektif.

Jangan-jangan seseorang MENGIRA dan YAKIN bahwa
ia telah mencapai pencerahan, padahal perjalanan
mungkin masih sangat jauh. Dan karena tidak ada
cara untuk membuktikan, maka keyakinan orang itu
sangat sulit untuk diuji.

Sekeping Kebenaran?

Telunjuk yang menunjuk ke bulan jelas tidak sama dengan bulan itu sendiri.

Jika rembulan diumpamakan kebenaran yang bulat dan utuh, apakah telunjuk yang menunjuk ke bulan akan menjadi sekeping kebenaran?

Saya rasa ini pertanyaan yang keliru.

Telunjuk ya hanya telunjuk saja. Yang ditunjuk oleh telunjuk itulah yang penting.

Friday, December 9, 2005

Logika Sederhana

Logika Sederhana

Istilah "Logika Sederhana" bukanlah istilah resmi formal akademis. Bukan istilah dari logika formal, filsafat, atau sains. Istilah ini cuma istilah dalam bahasa sehari-hari saja.

Seperti pada umumnya istilah bahasa sehari-hari, istilah ini bisa ditarik-ulur, bisa memanjang, bisa mengkerut. Namun setidaknya ada dua hal yang kira-kira bisa dipahami oleh orang banyak, yaitu: (1) Logika, dan (2) Sederhana.

Menurut definisi saya (yang jelas bukan berasal dari definisi resmi), "logika" hanyalah berarti: usaha mencapai suatu pemahaman (atau kesimpulan) baru dengan cara mencari hubungan atau relasi antara hal-hal yang sudah diketahui. Sedangkan "sederhana" berarti bahwa saya mulai dari hal-hal yang memang sudah jelas dengan sendirinya, dan mempunyai kaitan atau relasi antara satu dengan lainnya, yang juga sudah jelas dengan sendirinya.

"Sederhana", juga berarti "tidak ruwet". Yang artinya hanyalah bahwa saya berurusan dengan sejumlah kecil hal-hal, dengan jumlah relasi yang juga sedikit. Ini juga berarti bahwa saya berurusan dengan hal-hal yang memang dekat satu sama lain. Sebaliknya, "ruwet" berarti bahwa saya berurusan dengan banyak hal, dengan banyak relasi satu sama lain yang simpang siur, ditambah lagi, saya mencoba mencari hubungan antara hal-hal yang jauh jaraknya satu sama lain.

Saya teringat ungkapan: "Jalan kebenaran sangat panjang, tetapi harus ditempuh selangkah demi selangkah". Ini sangat saya setujui. Selangkah demi selangkah, dan bukannya meloncat sepuluh langkah, seribu langkah, apalagi meloncat ke ujung jalan. Ini tentu saja menuntut kesabaran. Dan memang, logika sederhana hanyalah untuk orang-orang yang sabar.

Sunday, December 4, 2005

Omong Kosong

Tulisan, kata-kata, atau argumen yang paling hebat dan canggih sekalipun
akan menjadi omong kosong, jika tidak dipahami. Bayangkan, sebuah argumen
yang sangat hebat dan berisi, tetapi diucapkan dalam suatu bahasa yang
kita tidak mengerti. Maka itu akan menjadi omong kosong belaka.

Kata-kata menjadi berisi karena:
- Mempunyai makna yang kuat,
- Dipahami oleh yang menerima kata-kata,
- Menginspirasi yang menerima kata-kata untuk maju, menjadi manusia yang
lebih baik.

Friday, December 2, 2005

Fundamentalisme

Definisi:
Sikap otoriter konservatif dalam agama, yang terutama dicirikan oleh:
- pemahaman literal (harafiah) terhadap kitab suci
- ketaatan pada ritual dan doktrin-doktin tradisional (yang disebut sebagai ajaran yang fundamental, murni)