Tuesday, March 29, 2005

Spiritualitas

Satu hal yang menarik tentang agama, adalah betapa sedikitnya pengetahuan kita tentang tokoh sentral dari agama.

Di beberapa agama besar, tokoh sentralnya adalah Tuhan. Kemudian tokoh sentral kedua adalah manusia.

Pengetahuan tentang tubuh biologis manusia lumayan agak banyak. Pengetahuan tentang ilmu jiwa (psikologi) tidak jelek. Namun pengetahuan tentang roh manusia sangat sedikit, kalau tidak mau dibilang hampir tidak ada.

Pengetahuan tentang Tuhan jauh lebih sedikit lagi dibanding pengetahuan tentang roh manusia.

Jika kehidupan spiritual kita bergantung pada banyaknya pengetahuan yang kita miliki, maka spritualitas manusia akan sudah lama mati.

Tetapi kehidupan spiritual tidak bergantung pada banyaknya pengetahuan yang kita miliki. Itulah sebabnya baik profesor ahli agama maupun petani sederhana di desa dapat memiliki kehidupan spiritual yang sama baiknya. Bila kita bicara tentang pengetahuan, maka kita bisa menggunakan istilah "awam" atau "ahli". Tetapi jika berbicara tentang kehidupan spiritual, maka istilah "awam" atau "ahli" sama sekali tidak ada artinya.

Apabila persoalannya adalah berbicara TENTANG Tuhan, barangkali seorang profesor ahli agama bisa berbicara panjang lebar dengan sangat lancar, sementara petani sederhana di desa barangkali cuma bisa bengong sambil garuk-garuk kepala.

Apabila persoalannya adalah berbicara KEPADA Tuhan, maka kedua insan ini memiliki kesempatan yang sama.

Demikian pula halnya ketika Tuhan berbicara KEPADA kedua insan ini.

Ketika seseorang berkomunikasi (berbicara KEPADA, atau MENDENGAR), maka ia memulai sebuah relasi. Relasi adalah inti dari spiritualitas. Relasi dengan Tuhan, dengan sesama, dengan alam semesta, dengan diri sendiri.

Monday, March 28, 2005

LIMA HUKUM KEBENARAN

1. Yang Benar pasti Sederhana. Tetapi Yang Sederhana belum tentu mudah dimengerti.

2. Yang Rumit sudah pasti sulit dimengerti. Dan belum tentu Benar.

3. Yang Rumit selalu bisa diSederhanakan.

4. Tetapi Yang Sederhana belum tentu Benar.

5. Kembali ke nomor (1).

Saturday, March 19, 2005

Mencapai Puncak


Ada orang yang ingin mendaki ke puncak gunung tertinggi. Menancapkan bendera kemenangan, menjadi orang hebat dan terkenal, guru yang disegani, orang yang telah mencapai pencerahan, yang telah menemukan kebenaran sejati.

Ada orang yang turun ke bawah, hanya sekedar menggali sumur. Sumurnya menjadi sumber air segar bagi semua orang. Tetapi si penggali sumur sudah pergi, meneruskan perjalanan, dan dilupakan.


Banyak orang yang berambisi mencapai pencerahan. Ada yang hanya sekedar menyalakan lilin penerang untuk menerangi perjalanan orang lain.

Di kalangan pendidik ada istilah "pendidikan seumur hidup".

Belajar, mengembangkan diri, mencari, dan berjuang adalah bentuk-bentuk ekspresi kehidupan.

Benarkah bahwa jika seseorang telah menemukan kebenaran maka ia akan berhenti mencari? Benarkah bahwa jika ia telah mencapai puncak maka ia akan berhenti berjuang? Benarkah bahwa jika ia telah mencapai pencerahan maka ia akan berhenti belajar?

Tetapi jika kita berhenti, maka hidup juga akan berhenti!

Jika benar demikian, maka "puncak", "kebenaran sejati", dan "pencerahan" adalah musuh-musuh kehidupan!

Atau mungkinkah bahwa seluruh kebenaran sejati itu ada di dalam perjalanan, dan bukannya berada "di ujung jalan"?

Ada orang-orang yang yakin bahwa mereka "sudah sampai". Namun dimanakah itu tempat dimana kita sudah sampai?

Di mana pun juga!

Dimanapun juga kita mengakhiri perjalanan, maka di situ pulalah kita telah sampai.

Kita berangkat dari Jakarta dan berhenti di Bogor. Maka kita telah "sampai" di Bogor. Kemudian kita meneruskan perjalanan dan berhenti di Sukabumi. Maka, kita telah "sampai" di Sukabumi. Barangkali "Bogor" dan "Sukabumi" hanyalah tempat-tempat untuk beristirahat saja. Barangkali yang lebih penting adalah perjalanan itu sendiri.

Sang Murid mengetok pintu.

"Tok, tok, tok ....!!"

Guru:"Ya, ada apa?"

"Guru, aku ingin belajar bagaimana mencapai puncak spiritualitas"

Sang Guru menjawab:"Silahkan pergi!"

Beberapa waktu kemudian, sang Murid mengetok pintu lagi.

"Ada apa?"

"Guru, aku ingin mencapai pencerahan."

"Angkat kaki dari sini!", bentak si Guru.

Si Murid tidak putus asa. Ia kembali lagi.

"Apa?", bentak si Guru garang.

"Guru, aku ingin belajar tentang kebenaran sejati."

"Gubrrakkk!" Sang Guru membanting pintu. Membiarkan Murid di luar.

Beberapa hari kemudian, si murid kembali lagi.

"Kamu lagi. Mau apa?" Kata si Guru.

"Ah, nggak ada apa-apa. Saya cuma mau mampir beristirahat, sebelum meneruskan perjalanan"

"Ha, ha, ha ....!! Silahkan masuk. Mari duduk di sini, minum teh bersamaku!", kata sang Guru ramah.

Thursday, March 3, 2005

Mengapa Banyak Orang Nggak Berbahagia?

Sebab mereka sibuk mencari kebahagiaan!

Wednesday, March 2, 2005

Analisa Sosial Politik

Banyak analisa sosial politik yang nggak tepat. Padahal, rumusnya sederhana: Semua gejala di muka bumi ini selalu merupakan kombinasi dari banyak sebab dan banyak akibat. Kalau seorang analis ngomong di TV:"Kejadian ini, begini, penyebabnya, begitu ..", pasti keliru! Soalnya dia cuma menggambarkan satu fenomena, dengan satu penyebab saja!

Tuesday, March 1, 2005

Hemat BBM

Bagaimana seandainya saat ini ada ilmuwan yang menemukan mesin hemat BBM, 1 liter bensin bisa untuk 100 km? Pasti perusahaan minyak nggak akan senang, sebab harga bensin akan anjlog.

Big Bang

Benarkah hanya ada satu big-bang? Bagaimana kalau ada banyak big bang. Dan ada banyak alam semesta!