Saturday, May 8, 2004

Tuhan hadir di hati manusia

Beberapa tahun lalu saya menginap beberapa hari di desa Poh Sarang,
dekat kediri. Di situ penduduknya banyak yang masih buta hurup, mencari
nafkah dengan memecah batu kali, dan memperoleh sekitar Rp 5000/hari.
Banyak di antara mereka yang beragama katolik. Setiap minggu mereka
rajin ke gereja Poh Sarang untuk menghadiri misa. Gerejanya dibuat
dengan arsitektur gaya hindu, misanya lesehan duduk di tikar, diiringi
musik gamelan. Penghayatan mereka, kesungguhan dalam berdoa, dan iman
mereka sangat mengagumkan, demikian cerita pastor setempat. Apa mereka
ngerti soal teologi yang rumit-rumit? Jangankan istilah yang
aneh-aneh, baca injil saja nggak bisa, wong buta huruf! Kalau ditanya
soal tritunggal, apakah yesus anak tuhan, dll, paling-paling cuma
bengong, garuk-garuk kepala. Tapi saya yakin mereka lebih dekat kepada
Tuhan dibanding para ahli agama yang sekolahnya tinggi-tinggi sampai S4
di Roma, Leuven, atau di Al Azhar Kairo.

Apakah Tuhan kalau mau hadir di hati manusia perlu baca CV, lihat
ijazah, atau surat rekomendasi?

Manusia itu seperti gentong. Kalau penuh dengan berbagai ilmu, pikiran,
prasangka, kecurigaan, malah nggak ada tempat lagi buat diisi Tuhan.
Jadi "kosongkan" dirimu, supaya Tuhan bisa masuk.

Berdoa atau sembahyang itu bukan sekedar mengucapkan kata-kata, apalagi
kata-kata hapalan. Berdoa itu juga berarti mendengarkan Tuhan.

Mengapa banyak orang yang melakukan kekerasan atas nama agama? Mengapa
mereka begitu mudah menghakimi orang lain, menghukum, membakar, merusak?
Sebab mereka sibuk berteriak-teriak mengucapkan nama tuhan, membaca
kitab suci dan mengutip ayat yang membenarkan perbuatan mereka. Tetapi
mereka nggak pernah diam dalam keheningan, dan mendengarkan Tuhan.
Mereka memang rajin sembahyang, mungkin 15 kali sehari. Tapi mereka
nggak pernah mendengarkan Tuhan. Mereka seperti gentong yang penuh
dengan ayat-ayat yang dipilih seenaknya, kebencian, prasangka, ilmu
agama ciptaan sendiri, dan berbagai konsep yang diterima mentah-mentah,
sehingga Tuhan nggak bisa masuk.

Lebih aneh lagi, ada orang yang membunuh, dan siap mati, demi membela
agama! Ini sungguh keliru. Sebab seharusnya agama yang membela manusia,
bukan manusia membela agama.


SANTA MARIA Church of Poh Sarang, Located at Klotok, on the slope of Mount Wilis, Semen Sub District, 10 km west of Kediri, the unique old church was built by Ir. Henricus Maclain Pont in 1936. The uniqueness of the churh is its architecture which rembles the temple of Malapahit.

Viewed from a distance, however, the architecture looks like that of Minangkabau.

The 65 years old church is surrounded by the wall that denotes the typical characteristic of Javanese and Balinese castles. While in the right and the left sides of the church, there are two caves, where Maria Lourdes and Pieta statues stand.

The gate of the church resembles the gate of Majapahit Kingdom, Bentar Temple, but there is a curve for hanging bell in the midle of the church's gate and there is a cock statue on it. It functions as a minaret. The Building of the church is divided into two parts :

Catholic Church at Puh Sarang, Kediri

- The Main Building, having the roof which resembles the architecture of Batak Simalungun or Minangkabau, illustrates Mount Ararat where the Ark of Prophet Noah anchored. The building becomes the most sacred place in the church.

- The second building, having function as a waiting room, illustrates the fload happening in the era of Prophet Noah.